- Tidak kurang-kurang kurniaan Allah yang diberikan kepada kaum Bani Isra'il. Mereka telah dibebaskan dari kekuasaan Fir'aun yang kejam yang telah menindas dan memperhambakan mereka berabad-abad lamanya. Telah diperlihatkan kepada mereka bagaimana Allah telah membinasakan Fir'aun , musuh mereka tenggelam di laut. Kemudian tatkala mereka berada di tengah-tengah padang pasir yang kering dan tandus, Allah telah memancarkan air dari sebuah batu dan menurunkan hidangan makanan "Manna dan Salwa" bagi keperluan mereka.
Di samping itu Allah mengutuskan beberapa orang rasul dan nabi dari kalangan mererka sendiri untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada mereka. Akan tetapi kurnia dan nikmat Allah yang susul-menyusul yang diberikan kepada mereka, tidaklah mengubah sifat-sifat mereka yang tidak mengenal syukur, berkeras kepala dan selalu membangkang terhadap perintah Allah yang diwahyukan kepada rasul-Nya.
Demikianlah tatkala Allah mewahyukan perintah-Nya kepada Nabi Musa untuk memimpin kaumnya pergi ke Palestin, tempat suci yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menjadi tempat tinggal anak cucunya, mereka membangkang dan enggan melaksanankan perintah itu. Alasan penolakan mereka ialah karena mereka harus menghadapi suku "Kana'aan" yang menurut anggapan mereka adalah orang-orang yang kuat dan perkasa yang tidak dapat dikalahkan dan diusir dengan aduan kekuatan. Mereka tidak mempercayai janji Allah melalui Musa, bahwa dengan pertolongan-Nya mereka akan dapat mengusir suku Kan'aan dari kota Ariha untuk dijadikan tempat pemukiman mereka selama-lamanya.
Berkata mereka tanpa malu, menunjuk sifat pengejutnya kepada Musa: "Hai Musa, kami tidak akan memasuki Ariha sebelum orang-orang suku Kan'aan itu keluar. KAmi tidak berdaya menghadapi mereka dengan kekuatan fizikal kerana mereka telah terkenal sebagai orang-orang yang kuat dan perkasa. Pergilah engkau berserta Tuhanmu memerangi dan mengusir orang-orang suku Kan'aan itu dan tinggalkanlah kami di sini sambil menanti hasil perjuanganmu."
Naik pitamlah Nabi Musa melihat sikap kaumnya yang pengecut itu yang tidak mau berjuang dan memeras keringat untuk mendapat tempat pemukiman tetapi ingin memperolehnya secara hadiah atau melalui mukjizat sebagaimana mereka telah mengalaminya dan banyak peristiwa. Dan yang menyedihkan hati Musa ialah kata-kata mengejek mereka yang menandakan bahwa dada mereka masih belum bersih dari benih kufur dan syirik kepada Allah.
Dalam keadaan marah setelah mengetahui bahawa tiada seorang drp kaumnya yang akan mendampinginya melaksanakan perintah Allah itu, berdoalah Nabi Musa kepada Allah: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai selain diriku dan diri saudaraku Harun, maka pisahkanlah kami dari orang-orang yang fasiq yang mengingkari nikmat dan kurnia-Mu."
Sebagaimana hukuman bagi Bani Isra'il yang telah menolak perintah Allah memasuki Palestin, Allah mengharamkan negeri itu atas mereka selama empat puluh tahun dan selama itu mereka akan mengembara berkeliaran di atas bumi Allah tanpa mempunyai tempat mukim yang tetap. Mereka hidup dalam kebingungan sampai musnahlah mereka semuanya dan datang menyusul generasi baru yang akan mewarisi negeri yang suci itu sebagaimana yang telah disanggupkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim a.s.
Pokok cerita tersebut di atas dikisahkan oleh Al-Quran dalam surah "Al-Maidah ayat 20 sehingga ayat 26 sebagaimana berikut :~
"20~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang merdeka dan diberi-Nya kepada mu apa yang belum pernah diberi-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain." 21~ HAi kaumku, masuklah ke tanah suci {Palestin} yang telah ditentukan oleh Allah bagimu dan janganlah kamu lari kebelakang {karena takut kepada musuh} maka kamu akan menjadi orang-orang yang rugi. 22~ Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa sesungguhnya kami tidak sesekali akan memasukinya sebelum mereka keluar drpnya. Jika mereka keluar drpnya, pasti kami akan memasukinya" 23~ Berkatalah dua orang di antara orrg-orang yang takut {kepada Allah} yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: " Serbulah mereka melalui pintu gerbang {kota} itu, maka bila kamu memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaklah kamu bertawakkal, jika kamu orang-orang yang beriman." 24~ Mereka berkata: "Hai Musa, kami sesekali tidak akan memasuki selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja." 25~ Berkata Musa: "Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasiq itu." 26~ Allah berfirman : {Jika demikian} maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun {selama itu} mereka akan berpusing-pusing kebingungan di bumi itu. Maka janagnlah kamu bersedih hati {memikirkan nasib} orang-orang yang fasiq itu." { Al-Maidah : 20 ~ 26 }
Tanggapanku:
Musa yang berhati lembut dan pemaaf, telah diubah menjadi Musa lain yang pemarah dan pengutuk.
Bagi Muslim, yang sama sekali buta terhadap masalah rohani, menganggap watak dan pribadi serupa itu adalah biasa-biasa saja. Mereka tidak bisa menangkap adanya kesan buruk dari perilaku orang-orang yang digambarkan oleh Muhammad. Mereka tidak menyadari, kalau perilaku nabi-nabi Islam itu sesungguhnya adalah cetusan dari watak dan perilaku Muhammad sendiri. Muhammad dengan sengaja merekatkan watak dan pribadi dirinya yang gila dan egois itu pada nabi-nabi karangannya.
Di dalam buku sejarah Yahudi dikisahkan bagaimana Musa yang sesungguhnya, tidak seperti Musa fiktif karangan Muhammad yang berhati penuh dengki dan suka melaknat kaumnya.
Mari kita baca cuplikan catatan sejarah di dalam kitab Bilangan 14:11-23.
- TUHAN berfirman kepada Musa: "Berapa lama lagi bangsa ini menista Aku, dan berapa lama lagi mereka tidak mau percaya kepada-Ku, sekalipun sudah ada segala tanda mujizat yang Kulakukan di tengah-tengah mereka!
Aku akan memukul mereka dengan penyakit sampar dan melenyapkan mereka, tetapi engkau akan Kubuat menjadi bangsa yang lebih besar dan lebih kuat dari pada mereka."
Lalu berkatalah Musa kepada TUHAN: "Jikalau hal itu kedengaran kepada orang Mesir, padahal Engkau telah menuntun bangsa ini dengan kekuatan-Mu dari tengah-tengah mereka,
mereka akan berceritera kepada penduduk negeri ini, yang telah mendengar bahwa Engkau, TUHAN, ada di tengah-tengah bangsa ini, dan bahwa Engkau, TUHAN, menampakkan diri-Mu kepada mereka dengan berhadapan muka, waktu awan-Mu berdiri di atas mereka dan waktu Engkau berjalan mendahului mereka di dalam tiang awan pada waktu siang dan di dalam tiang api pada waktu malam.
Jadi jikalau Engkau membunuh bangsa ini sampai habis, maka bangsa-bangsa yang mendengar kabar tentang Engkau itu nanti berkata:
Oleh karena TUHAN tidak berkuasa membawa bangsa ini masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya dengan bersumpah kepada mereka, maka Ia menyembelih mereka di padang gurun.
Jadi sekarang, biarlah kiranya kekuatan TUHAN itu nyata kebesarannya, seperti yang Kaufirmankan:
TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.
Ampunilah kiranya kesalahan bangsa ini sesuai dengan kebesaran kasih setia-Mu, seperti Engkau telah mengampuni bangsa ini mulai dari Mesir sampai ke mari."
Berfirmanlah TUHAN: "Aku mengampuninya sesuai dengan permintaanmu. Hanya, demi Aku yang hidup dan kemuliaan TUHAN memenuhi seluruh bumi:
Semua orang yang telah melihat kemuliaan-Ku dan tanda-tanda mujizat yang Kuperbuat di Mesir dan di padang gurun, namun telah sepuluh kali mencobai Aku dan tidak mau mendengarkan suara-Ku, pastilah tidak akan melihat negeri yang Kujanjikan dengan bersumpah kepada nenek moyang mereka! Semua yang menista Aku ini tidak akan melihatnya.
Anda lihat dalam kisah sejarah di atas, bahwa Musa tidak seperti yang digambarkan oleh Muhammad, si keparat itu.
Musa-nya Muhammad adalah Musa fiktif yang tidak pernah ada dalam sejarah Israel. Sifat-sifat Musa Islam adalah refleksi dari sifat-sifat Muhammad.
Muslim tidak bisa menangkap pesan jahat di dalamnya, karena otak Muslim sudah ditutup rapat oleh ajaran-ajaran Arab karangan Muhammad, yang membutakan akal pikiran dan nurani.
Tidak ada orang yang suka mengutuk, mendoakan kecelakaan bagi orang lain, menyimpan dengki dalam hatinya, akan dipilih menjadi WAKIL TUHAN di bumi.
Jadi bagaimana mungkin Musa versi Islam atau Nuh versi Islam adalah nabi yang suci?
Mereka mungkin nabi yang suci dalam pandangan Muslim, tapi kita tahu, Tuhan yang Sejati tidak akan pernah memilih manusia seperti itu untuk jadi nabinya.
Tuhan memang suka menguji hati manusia. Dan kita tahu, dalam kisah sejarah di atas (pada percakapan antara Musa dengan Tuhan), Tuhan hendak menguji hati Musa, untuk mengetahui seperti apa Musa itu sesungguhnya. Dan dari dialog itu, kita tentu bisa menebak, betapa takjubnya Tuhan kepada Musa yang berhati baik dan tidak mementingkan diri sendiri itu.
Kalau kita ingin tahu seperti apa KEBAIKAN dalam pemahaman nabi-nabi asli, kita bisa membaca kembali pernyataan Ayub:
Ayub 31:29-30
Apakah aku bersukacita karena kecelakaan pembenciku, dan bersorak-sorai, bila ia ditimpa malapetaka — aku takkan membiarkan mulutku berbuat dosa, menuntut nyawanya dengan mengucapkan sumpah serapah! —
Yesus Kristus, nabinya umat Kristen pun mempunyai dasar moral yang sama dengan nabi-nabi asli. Ketika dia dihina dan disesah oleh musuh-musuhnya, dia malah berdoa buat mereka:
"Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34)
Maka dari itu, sekali lagi saya tekankan di sini, bahwa tidak ada orang yang suka mengutuk dan mendoa bagi kecelakaan orang lain layak diangkat menjadi nabi, kecuali ia itu nabi palsu dan utusan Iblis.
Sumber : Mengenal Islam
islam
BalasHapuswahai tuhanya bunda mariya wahai tuhanya yesus kristus wahai tuhanya bapa di surga wahai tuhan pencipta seluruh alam semesta wahai tuhan yg tdk beranak dan beristri tunjukilah kami jalan yg lurus yaitu jalan orang orang yg engkau bri nikmat bukan jalan orang orang yg sesat dan engkau murkai duhai tuhanku yg tdk ada mahlukpun yg serupa dengan engkau, wah teryata tuhannya orang islam lebih logik nih
BalasHapusKasih Sayang Terhadap Umat
BalasHapusAllah Subhanahu wata’ala berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam kitab-Nya,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutusmu kecuali untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (al-Anbiya: 107)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya,
“Permisalan antara aku dan kalian seperti seseorang yang menyalakan api (unggun di malam hari). Mulailah serangga dan kupu-kupu malam masuk ke dalam api. Padahal si pemilik api telah menghalaunya supaya tidak masuk ke dalamnya. Aku memegang pinggang-pinggang kalian agar tidak terjatuh ke dalam api. Namun, kalian berusaha lepas dari (pegangan) kedua tanganku.”
Al – Imam Ibnu Katsir t menjelaskan, “Allah Subhanahu wata’ala mengutus beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai bukti kasih sayang (rahmat)-Nya kepada mereka semua. Siapa yang mau menerima rahmat ini dan mensyukurinya, niscaya dia akan bahagia di dunia dan di akhirat. Namun, siapa yang menolak dan menentangnya, dia akan rugi di dunia dan di akhirat.” Di antara contoh yang menunjukkan rahmat para nabi terhadap umatnya adalah sebagai berikut.
1. Kasih sayang Nabi Nuh ‘Alaihissalam terhadap anaknya. Allah Subhanahu wata’ala menceritakan dialog mereka,
وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ () قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil, “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” Anaknya menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orangorang yang ditenggelamkan. (Hud: 42—43)
2. Kasih sayang Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam terhadap bapaknya. Allah Subhanahu wata’ala menceritakan,
BalasHapusوَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا () إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنكَ شَيْئًا
Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam al-Kitab (al- Qur’an) ini. Sesungguhnya ia seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya, “Wahai bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (Maryam: 41—42)
3. Belas kasih sayang Nabi Musa ‘Alaihissalam terhadap orang-orang yang lemah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
BalasHapusوَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِّنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِن دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ ۖ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا ۖ قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّىٰ يُصْدِرَ الرِّعَاءُ ۖ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ () فَسَقَىٰ لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّىٰ إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata, “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembalapenggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Rabbku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (al- Qashash: 23—24)
Demikian pula apa yang dilakukan oleh Khidir tatkala bersama Musa ‘Alaihissalam sebagaimana yang diceritakan di dalam surat al-Kahfi ayat 79.
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
“Adapun bahtera itu adalah milik orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku ingin merusak bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas setiap bahtera.”
Kesabaran
BalasHapusPara nabi ‘Alaihissalam adalah suri teladan kita dalam menghadapi berbagai problem, baik yang berkaitan dengan dunia maupun agama. Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan bersabar sebagaimana kesabaran para rasul.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ
“Maka bersabarlah kamu seperti rasul-rasul yang mempunyai keteguhan hati.” (al-Ahqaf: 35)
Mereka bersabar saat berbuat taat kepada Allah Subhanahu wata’ala dan menahan diri dari berbagai hal yang dilarang-Nya Subhanahu wata’ala.
Berikut ini sebagian contoh yang menggambarkan kesabaran mereka ‘Alaihissalam.
BalasHapusa. Kesabaran Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam melaksanakan perintah Allah Subhanahu wata’ala untuk menyembelih anak lelaki satu-satunya saat itu, yang dicintainya, Isma’il ‘Alaihissalam. Demikian pula kesabaran Nabi Isma’il ‘Alaihissalam membantu ayahnya berbuat taat kepada Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala menceritakan peristiwa tersebut dalam firman-Nya,
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya).” (ash-Shaffat: 103)
Asy-Syaikh Abdurrahman as- Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Isma’il ‘Alaihissalam menginjak masa. Umumnya, usia dewasa lebih disenangi oleh kedua orang tuanya. Sungguh, masa susah mengasuh dan mengawasi telah berlalu. Telah datang masa sang anak memberi manfaat. Ibrahim ‘Alaihissalam sebagai ayahnya berkata, ‘Sungguh aku melihat dalam mimpiku aku menyembelihmu.’ Maknanya, adalah Allah Subhanahu wata’ala memerintahku untuk menyembelihmu (karena mimpi para nabi ‘Alaihissalam adalah wahyu). Pikirkanlah, apa pendapatmu? Karena perintah Allah Subhanahu wata’ala harus dilaksanakan, Isma’il ‘Alaihissalam menjawab dengan sabar dan mengharapkan pahala serta rela terhadap perintah Allah Subhanahu wata’ala, sekaligus dalam rangka berbuat baik kepada ayahnya. Ia katakan, ‘Wahai ayahanda, tunaikanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Engkau akan mendapati diriku, insya Allah, termasuk orang-orang yang sabar’.”
b. Kesabaran Nabi Yusuf ‘Alaihissalam tatkala menghadapi godaan dan makar istri pembesar. Firman Allah Subhanahu wata’ala,
BalasHapusوَرَاوَدَتْهُ الَّتِي هُوَ فِي بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِ وَغَلَّقَتِ الْأَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
Wanita (istri pembesar) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, “Marilah ke sini.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.” Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (Yusuf: 23)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Kesabaran Nabi Yusuf ‘Alaihissalam menghadapi godaan istri pembesar dalam berbagai keadaan itu lebih sempurna daripada kesabarannya menghadapi makar saudara-saudaranya yang memasukkannya ke dalam sumur, menjualnya (sebagai budak), dan memisahkannya dengan ayahnya. Sebab, dia tidak mampu mengelak menghadapi cobaan dari saudar-saudaranya. Jadi, pada keadaan tersebut, seorang hamba tidak memiliki pilihan selain sikap sabar. Adapun kesabarannya terhadap maksiat adalah karena pilihan, keridhaan, dan kewajiban memerangi hawa nafsu. Padahal, banyak faktor yang mendukungnya bermaksiat itu: (1) Syahwat sebagai seorang pemuda yang lazimnya memiliki nafsu kuat; (2) seorang lajang yang tidak memiliki tempat untuk menyalurkan syahwatnya; (3) seorang asing di negeri itu; orang asing biasanya tidak malu melakukan sesuatu yang menyebabkan malu kalau dilakukan di depan teman, kenalan, dan keluarganya; (4) statusnya sebagai budak; status budak biasanya tidak menjadi penghalang untuk melakukan perbuatan itu, berbeda halnya dengan orang merdeka; (5) istri si pembesar adalah wanita yang cantik, berkedudukan, sekaligus sebagai tuannya, dalam keadaan para pelayan yang lain tidak ada; (6) wanita itu juga yang mengajaknya bermaksiat, dalam keadaan sangat bernafsu; (7) wanita itu mengancam beliau q dengan penjara dan hinaan apabila tidak mau menurutinya. Meski demikian, Yusufq memilih bersabar. Beliau lebih memilih apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wata’ala. (Madarijus Salikin, 2/156)
c. Kesabaran Nabi Musa dan Harun ‘Alaihissalam menghadapi para penguasa yang zalim, seperti Fir’aun, Qarun, dan Haman la’natullah ‘alaihim. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
BalasHapusإِلَىٰ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَقَارُونَ فَقَالُوا سَاحِرٌ كَذَّابٌ () فَلَمَّا جَاءَهُم بِالْحَقِّ مِنْ عِندِنَا قَالُوا اقْتُلُوا أَبْنَاءَ الَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ وَاسْتَحْيُوا نِسَاءَهُمْ ۚ وَمَا كَيْدُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ
Kepada Firaun, Haman, dan Qarun; mereka berkata, “(Ia) adalah seorang ahli sihir yang pendusta.” Tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi Kami, mereka berkata, “Bunuhlah anak-anak orang yang beriman bersamanya dan biarkanlah hidup wanita-wanita mereka.” Tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). (Ghafir: 24—25)
d. Kesabaran Nabi Ya’qub ‘Alaihissalam menghadapi dan menasihati anakanaknya yang berbuat zalim terhadap saudara mereka, Yusuf ‘Alaihissalam . Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
BalasHapusوَاسْأَلِ الْقَرْيَةَ الَّتِي كُنَّا فِيهَا وَالْعِيرَ الَّتِي أَقْبَلْنَا فِيهَا ۖ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ () قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْرًا ۖ فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ عَسَى اللَّهُ أَن يَأْتِيَنِي بِهِمْ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ () وَتَوَلَّىٰ عَنْهُمْ وَقَالَ يَا أَسَفَىٰ عَلَىٰ يُوسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنَاهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيمٌ
Tanyalah (penduduk) negeri yang kami berada di situ, dan kafilah yang kami datang bersamanya, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang benar. Ya’qub berkata, “Hanya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu. Kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Semoga Allah mendatangkan mereka semua kepadaku; sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” Ya’qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya). (Yusuf: 82—84)
Kasian bgt nih si penulis,..pngin jelek2in islam tp dasarnya kagak jelas. Makanya klo msh bodoh mnding blajar aja dulu ampe pinter.
BalasHapusTuhan ngasi otak itu buat mikir, org sehat pasti pny nurani yg fungsinya buat ngontrol knerja otak, biar kagak liar cara dia berfikir.
Makanya jgn sering2 mkn babi, biar otaknya sehat...OK!
Kasian bgt nih si penulis,..pngin jelek2in islam tp dasarnya kagak jelas. Makanya klo msh bodoh mnding blajar aja dulu ampe pinter.
BalasHapusTuhan ngasi otak itu buat mikir, org sehat pasti pny nurani yg fungsinya buat ngontrol knerja otak, biar kagak liar cara dia berfikir.
Makanya jgn sering2 mkn babi, biar otaknya sehat...OK!
BalasHapusKenal kaga lu sama Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa salam.
Sok kenal sok dekat lu !
Kalo mau perang nyatain !
Allah SWT berfirman
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ سَوَآءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ ﴿۶﴾
6.Innal-ladziina kafaruu sawaa-un 'alaihim a-andzartahum am lam tundzirhum laa yu'minuun(a)
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.
(QS.Al-Baqarah 2: Ayat 6)
Allah SWT berfirman
خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰٓ أَبْصَٰرِهِمْ غِشَٰوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿۷﴾
7.Khatamallahu 'ala quluubihim wa'ala sam'ihim wa'ala abshaarihim ghisyaawatun walahum 'adzaabun 'azhiim(un)
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.
(QS.Al-Baqarah 2: Ayat 7)