Headlines News :
Home » » Islam Anti Demokrasi Dan Pancasila

Islam Anti Demokrasi Dan Pancasila

Written By Islam Dalam Fakta on Sabtu, 09 Maret 2013 | 23.22

Berbagai tokoh partai Islam, seperti PKS dan PBB selalu mengatakan bahwa Islam tidaklah berlawanan dengan Demokrasi ataupun Pancasila. Benarkah perkataan mereka, ataukah ini hanyalah kemunafikan mereka untuk menjadikan Demokrasi sebagai alat sementara untuk mewujudkan Indonesia sebagai budak Syariat Arab (Islam)?

Kata “demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti hukum/pemerintahan, sehingga demokrasi dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam UUD 1945, konsep demokrasi tertuang dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi:

Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.

Ayat diatas dapat dijabarkan bahwa dalam demokrasi kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dimana kedaulatan tersebut dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar sebagai Sumber Hukum tertinggi dibawah Pancasila. Pasal 3 ayat 1 UUD 1945 juga menyebutkan bahwa Undang Undang Dasar sebagai Konstitusi Hukum tertinggi ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai manifestasi dari rakyat.

Hal diatas sangat bertentangan dengan Al Quran karena di dalam Syariat Islam, hukum hanyalah milik Allah dan rakyat tidak berhak menetapkan hukum / Undang Undang.

Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.” (Qs Yusuf: 40)

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.” (Qs Al-Maaidah: 49).

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs An-Nisaa: 59)

Jadi jika berdasar Syariat Islam, maka pasal 1 ayat 2 UUD 1945 seharusnya berbunyi:

Kedaulatan berada di tangan Allah dan dilaksanakan menurut Al Quran dan Sunnah RasulNya.

Lalu bagaimana jika ternyata hukum yang dibuat Allah dan Muhammad (Quran dan Sunnah) tidak dapat mengcover seluruh detail aturan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan manusia? Karena itulah dilakukan Musyawarah / Syura.

Para pembela Islam munafik seringkali mengatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi, karena Islam juga mengajarkan musyawarah / syura. Atau dengan kata lain Syura = Demokrasi.

Anggapan ini adalah anggapan yang amat salah dan tidak berdasar, sebab antara kedua istilah ini terdapat perbedaan yang amat mendasar, yang menjadikan keduanya sangatlah bertentangan. Untuk memahami hal ini secara benar, kita harus mengetahui bagaimanakah prinsip2 Syura berdasarkan Syariat Islam:

Prinsip Syura Pertama:

Musyawarah hanyalah disyariatkan dalam permasalahan yang tidak ada dalilnya.

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa tujuan musyawarah ialah untuk mencapai keputusan yang ternyata tidak tercakup dalam Al Quran ataupun As Sunnah, hal ini berdasarkan Quran;

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36)

Syura didalam Islam jarang terjadi dan hanya dilakukan dalam beberapa urusan yang musykil (sukar diputuskan atau dipahami). Sedangkan untuk persoalan yang telah ada ketetapan dari Allah dan Muhammad, maka tidak diadakan Syura. Hal ini bertentangan dengan demokrasi, dimana musyawarah mufakat diletakkan sebagai jalan utama untuk menyelesaikan suatu persoalan. Permusyawaratan rakyatlah yang berkuasa untuk mengatur permasalahan berdasarkan undang-undang yang telah dibuat.

Prinsip Syura Kedua:

Kebenaran tidak ditentukan oleh mayoritas suara terbanyak

Dalam demokrasi, jika kata mufakat tidak tercapai, jalan keluar terakhir adalah dengan pemungutan suara terbanyak. Hal ini bertentangan dengan Quran;

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al An’am 116)

Ibnu Katsir berkata dalam Kitab Tafsir-nya tentang ayat ini :

Allah memberitahukan tentang keadaan penduduk bumi dari kalangan Bani Adam bahwa kebanyakan mereka dalam kesesatan. Seperti itu juga Allah berfirman :

‘Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu.’ (QS. Ash Shaffat : 71)

Begitu pula firman Allah :

‘Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.’ (QS. Yusuf : 103)

Mereka dalam kesesatan tanpa keyakinan namun hanya sekadar persangkaan dusta dan perkiraan yang bathil belaka.

‘Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).’” (QS. Al An’am : 116)

Artinya suara mayoritas belum tentu menunjukkan kebenaran, dan sebaliknya, suara minoritas belum tentu suara yang salah.

“Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al Baqarah : 243)

“Tapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya).” (QS Al Isra’ : 89)

“Sesungguhnya hari kiamat pasti akan datang, tidak ada keraguan tentangnya, akan tetapi kebanyakan manusia tiada beriman.” (QS. Al Ghafir : 59)

“Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya.” (QS. Yusuf : 103)

Dan masih banyak ayat2 dalam Quran yang serupa dengan ayat2 diatas.

Prinsip Syura Ketiga:

Yang berhak menjadi anggota Majelis Permusyawaratan ialah para pemuka masyarakat, ulama dan pakar di setiap bidang keilmuan yang ditunjuk oleh Khalifah.

Berdasarkan Syariat Islam yang berhak menjadi anggota Majelis Syura hanyalah ahlul hilli wal aqdi, yaitu para ulama dan pewaris para Nabi, atau mereka yang ditunjuk oleh Khalifah. Anggota Majelis Permusyawaratan / Syura tidak boleh berasal dari kalangan kafir / diluar Islam, dan juga tidak boleh seorang wanita.

Sedangkan dalam demokrasi, anggota Majelis Permusyawaratan dipilih oleh rakyat, rakyatlah yang menentukan para perwakilan mereka. Setiap anggota masyarakat, siapapun dia, berhak dipilih untuk menjadi anggota Majelis Syura sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, meskipun ia wanita ataupun seorang kafir (Kristen, Hindu, Budha, ataupun agama lain diluar Islam).

Jelaslah apa perbedaan Syura dalam Islam dengan Demokrasi. Jika terdapat orang atau partai yang menyatakan bahwa demokrasi dalam Islam adalah sistem syura / musyawarah, bukan sitem demokrasi ala Yunani, sehingga ini hanya sebatas penamaan, hal tersebut adalah kemunafikan yang amat sangat. Pertama: Istilah demokrasi adalah istilah yang muhdats (hasil rekayasa manusia) maka tidak layak dan tidak dibenarkan menggunakan istilah2 semacam ini dalam Islam.

Kedua: Penggunaan istilah ini merupakan praktek menyerupai (tasyabbuh) dengan orang2 kafir (khususnya Yunani, bangsa asal demokrasi), dan Islam telah mengharamkan umatnya untuk berbuat menyerupai orang2 kafir dalam hal2 yang merupakan ciri khas mereka. Muhammad pernah berkata:

Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka.” (Hadis Abu Dawud)

Lalu bagaimana dengan Syariat Islam yang menyatakan bahwa Tuhanlah sumber seluruh hukum untuk mengatur seluk beluk kehidupan manusia, sampai hal terkecil seperti kebiasaan makan dan tidur. Ternyata hal tersebut hanyalah hasil contekan dari agama Yahudi, dengan bumbu Arabisasi ala Muhammad.

Syariat Islam juga menyatakan bahwa Al Quran sebagai sumber kebenaran tertinggi yang sempurna. Namun kenyataannya Al Quran jauh dari kata sempurna, banyak kesalahan dalam Quran, baik kesalahan sejarah ataupun kontradiksi dalam ayat2nya. Bahkan Penyusunan Quran (klik disini) tidak lepas dari intrik dan kebohongan.

Keseluruhan uraian diatas dengan jelas menunjukkan bahwa ISLAM ADALAH ANTI DEMOKRASI. Karena demokrasi adalah bagian dari Pancasila (sila 4), maka secara otomatis ISLAM JUGA ANTI PANCASILA.

Lalu mengapa banyak partai Islam masih menggunakan Pancasila sebagai ideologi partainya dan juga tetap ikut PEMILU yang merupakan pesta demokrasi? Layakkah kita menyebut partai2 ini dengan istilah Partai Kemunafikan Sejati?

Saudaraku, mana yang anda pilih? Pancasila yang adalah Indonesianisasi. Ataukah Islam yang adalah Arabisasi. Sadarlah wahai saudaraku! Sadarlah!

Sumber: TrulyIslam
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Terjemahan

 
Copyright © 2011. Islam Dalam Fakta - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger